Tragedy Salah Studio
Sebuah Cerita yang
Menegangkan
Sabtu, 21 Januari
kemarin benar-benar sepi. Teman-teman pulang kampung. Mo ke kampus gak tahu mo
ngapain. Mo ke perpus buku-buku di kos pun masih banyak yang nganggur. Mo
jalan-jalan gak tahu mo ke mana. Akhirnya, diputuskan mo nonton film saja.
Seseru apapun film
kalau nontonnya sendiri sense of excitingnya juga gak berasa. So,
diputuskan hari ini saya mo ke bioskop. Ceiih, keren nih.
Mandi, masak,
siap-siap. Buka website 21 buat lihat review film yang kira-kira menarik buat
ditonton. Pilihan jatuh ke Mission Impossible: Ghost Protocol. Memang sih,
telat kalo mo nonton itu. Pasalnya bajakannya dah beredar di mana-mana. Beli Rp
5.000 bisa hemat Rp 30.000 banding nonton di bioskop. Atau, tinggal buka
website download film gratisan. Let’s your laptop to download all of night
and tomorrow you can watch it freely. Tapi, untuk kali ini let these eyes
to see a big screen and sound in the cinema just for killing the time.
Sebenarnya gak seru
juga sih nonton sendirian. Tapi malas juga ajakin teman. Masalahnya gak papa
sih, yang namanya ngajakin pasti mereka kira traktir. So, berhubung menurut
perkiraan cuaca hari ini tidak akan ada hujan duit, pergi sendiri saja biar
hemat. Hee.
Banjarmasin cuma
punya satu bioskop. Letaknya di Duta Mall. Ngomong-ngomong soal bioskop
sebenarnya saya juga bukan jenis orang yang hobi pergi ke sana. Seumur-umur
baru dua kali pergi ke bioskop dan itu juga sama kawan-kawan. Berombongan men,
kaya mo ke hajatan. Jadinya, targedi ini
pun terjadi.
Soal cara
mendapatkan tiket saya paham. Tinggal ngantri trus bilang sama mbak-mbaknya mo
nonton apa, jam berapa, and duduk di mana. (Ini baru saya pelajari tahun
kemarin hasil observasi). Dapat deh tiketnya, jam 13.00 di bangku E5.
Satu hal yang saya
pahami, bahwa di 21 Banjarmasin ini cuma ada satu studio. Kesimpulan ini saya
dapatkan dari hasil penelitian lapangan setelah dua kali menonton di sini,
studionya itu-itu saja. Hasilnya, untuk kali ini pun saya nunggunya, ya, di
depan studio itu juga.
Pukul 12.45
ternyata studionya di buka kembali. Dan ternyata pas masuk, film udah mau
mulai. Wualah…opo jamnya salah ya di tiket ini. Dan ternyata tidak
sodara-sodara. Setelah sekian menit film berjalan saya sadar bahwa ini bukan
film yang mau saya tonton. Ini judulnya, "5 Days of War" bukan "Mission
Impossible". Saya salah masuk. Haa
Akhirnya, ya
sudahlah nikmati saja. Mau keluar ato nanya-nanya juga malu. Nanti ketahuan
GapBos (Gagap Bioskop adik sepupunya Gagap Teknologi). Lagian, mbak-mbak tukang tiketnya tidak memeriksa dulu
dengan teliti sih. Lima menit berlalu, kayanya gak seru-seru banget. Namun menit
berikutnya, ternyata menegangkan and seru abis.
Kisah filmnya tentang
wartawan Amerika, juru kamera, dan seorang wanita lokal yang meliput perang dan
terjebak di daerah musuh. Yang namanya perang, otomatis lah suara rentetan
senjata dan bom sangat dominan sekali.
In my point of
view, film ini mengisahkan betapa sadisnya perang. Perang hanya menghasilkan
kesengsaraan dan kerusakan seperti yang dialami rakyat Georgia. Penindasan,
pembunuhan, kebiadaban adalah pemandangan yang disajikan di medan perang. Sulit
untuk menemukan rasa kemanusiaan. Saat kita melihat perang kita melihat betapa
kejamnya kadang manusia terhadap lainnya. Bahkan melebihi binatang. Perang,
jangan sampai ini terjadi. Yang menang hanya akan menjadi arang dan yang kalah
hanya akan menjadi abu sementara ribuan jiwa tertindas dan melayang tanpa ada
belas kasihan. Di mana sisi kemanusiaan saat amarah menjadi acuan.
Film ini juga
menyampaikan pesan tentang betapa gigihnya para wartawan perang buat
menyampaikan bukti-bukti kejahatan perang. Meliput di wilayah konflik ibarat
menaruh nyawa di ujung tanduk, sangat rapuh untuk terjatuh. Mati adalah sebuah
bayangan terdekat bagi para wartawan tersebut. While watching this movie, I’m
proud for every one who survives to convey a message of right.
In a nutshell , gak
rugi sih tragedy salah studio kali ini.
Pas keluar studio
langsung saya melakukan observasi, ternyata harusnya saya masuk di studio 8
bukan studio 6. Saya baru tahu angka 8 di karcis itu memiliki arti “Film ini
diputarnya di Studio 8, Bung.” Dan di 21 Banjarmasin studionya ternyata bukan cuma
satu. Kesimpulan akhir, hasil penelitian lapangan awal saya ternyata salah.
Ps: Malu bertanya sesat di bioskop
No comments:
Post a Comment