Selamat Datang Di Blog Iyan Al-Balangi.Terima kasih telah berkunjung.

Label

Wednesday, January 11, 2012

Makalah Sejarah Peradaban Islam (SPI)



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas izin Allah swt jualah penulis akhirnya mampu menyusun dan menyelesaikan paper ini sebagai bentuk tanggung jawab penulis terhadap tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam . Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah saw, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikut beliau hingga akhir zaman. Amin.
Makalah ini berjudul “Syair dan Kehidupan Bangsa Arab ”. Penulis menyadari bahwa paper ini jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh sebab itu, saran dan kritik  yang sifatnya membangun amat penulis hargai dan perlukan demi sempurnanya karya tulis yang sederhana ini.

Dalam kesempatan ini penulis  juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan paper ini terutama sekali kepada ***********, selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah tulus ikhlas mengajarkan kami ilmu pengetahuan memberikan bimbingan dan saran-saran.
Terakhir penulis berharap, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri terutamanya dan bagi pembacanya lainnya. Amin. 

BAB I
PENDAHULUAN

            Semua bangsa yang ada didunia, mutlak menjadi ketetapan kodrat, bahwa setiap bangsa atau umat mempunyai  kelebihan masing-masing. Bisa jadi kelebihan suatu bangsa atau kaum  tidak  dimiliki oleh bangsa lain.
Dalam perkembangan sejarah umat manusia telah disebutkan bahwa bangsa Yunani kuno, bangsa India, Tiongkok, Mesir kuno dan bangsa Arab telah mempunyai peradaban tinggi sebelum bangsa Eropa  maju.
Namun, seringkali kita mendengar bahwa bangsa Arab Pra-Islam disebut sebagai bangsa Jahiliyah. Pemaknanaan Jahiliyah ini seringkali disalahartikan sebagai keadaan di mana orang-orang di sana benar-benar Jahl dalam artian tidak ada ilmu. Padahal sebenarnya mereka adalah bangsa yang memiliki peradaban mekipun sederhana, memiliki pengetahuan, dan kebudayaan, yang mana salah satunya adalah syair. Syair merupakan bagian dari kesenian sastra bangsa Arab yang selanjutnya menjadi sumber sejarah yang sangat penting bagi para sejarahwan yang ingin mengetahui bagaimana keadaan pada masa itu. Sebab melaui syairlah, orang-orang Arab pada masa itu menceritakan peristiwa, peperangan, adapt-istiadat, dan budaya mereka.
Karya sastra pada periode jahiliyah menggambarkan keadaan hidup masyarakat dikala itu, dimana mereka sangat fanatik dengan kabilah atau suku mereka, sehingga syair-syair yang muncul tidak jauh dari pembanggaan terhadap kabilah masing-masing. Begitu juga dengan khutbah yang kebanyakan berfungsi sebagai pembangkit semangat berperang membela kabilahnya, namun demikian karya-karya sastra pada periode Jahiliyah juga tidak luput dari nilai-nilai positif yang dipertahankan oleh Islam seperti hikmah dan semangat juang. Hampir seluruh syair-syair dan khutbah pada masa jahiliyah diriwayatkan dari mulut ke mulut kecuali yang termasuk kedalam Al-Mu’allaqot, hal ini disebabkan masyarakat jahiliyah sangat tidak terbiasa dengan budaya tulis menulis, pada umumnya syair-syair jahiliyah dimulai dengan mengenang puing-puing masa lalu yang telah hancur, berbicara tentang hewan-hewan yang mereka miliki dan menggambarkan keadaan alam tempat mereka tinggal.

 
BAB II
Syair dan Kehidupan Bangsa Arab

  1. Kehidupan dan Syair Bangsa Arab
Bangsa Arab, sebelum Islam datang, mempunyai peradaban Jahiliyah. Jahiliyah disini tidak berarti bahwa orang Arab kala itu adalah orang-orang bodoh. Karena pada masa ini mereka telah memiliki sistem ekonomi yang maju melaui perdagangan, penguasaan ilmu pengetahuan seperti ilmu bintang, ilmu meteorologi, ilmu mitologi, dan ilmu thib, serta mereka pun telah memiliki kebudayaan. Sehingga, menurut Ahmad Amin, seorang ahli sejarah islam terkenal, mengartikan jahiliyah pada masa itu sebagai Jahl dalam pengertian safah, ghadap, anfah (sedai, berang, tolol), yakni bahwa orang-orang Arab tersebut terus  melawan kebenaran, sekalipun mereka sesungguhnya telah mengetahui kebenaran itu.[1]
Secara geogarafis, jazirah Arab terbagi menjadi du bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Di sana tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang ada hanyalah lembah-lembah berair di musim hujan. Sebgain besar daerah Jazirah adalah padang pasir Sahara yang terletak di tengah dengan keadaan dan sifat yang berbeda-beda, karena itu bisa di bagi menjadi tiga[2] bagian:  
Berbagai syair bahasa Arab telah dijumpai di daerah Arab selatan, sejak Abad ke-3 dan ke-4 Masehi. Dengan demikian dapatlah  diketahui bahwa sebelum Islam datang di negeri-negeri Arab, bangsa Arab telah memiliki kesusasteraan yang baik. Tersebutlah masa itu beberapa penyair terhormat seperti Amr, Ibn Kulsum, Zuhair, Haris, Antarah, dan Labid.[3]
1.      Sahara Langit memanjang 140 mil dari Utara ke Selatan dan 180 mil dari Timur ke Barat, disebut juga Sahara Nufud. Oase dan mata air sangat jarang, tiupan angin seringkali mengakibatkan kabut debu yang menyebabkan daerah ini sukar ditempuh.
2.      Sahara selatan yang membentang menyambung Sahara langit ke arah timur sampai selatan persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus, dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan al-Rub al-Khali.
3.      Sahara Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan terbakar. Gugusan batu-batu hitam tersebut menyebar di keluasan sahara ini, eluruhnya mencapai 29 buah.
Penduduk Sahara sangat sedikit terdiri dari suku-suku badui yang memiliki gaya hidup pedesaaan dan nomadik, berpindah dari satu daerah ke daerah lain guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka, kambing dan onta.
Adapun daerah pesisir, bila dibandingkan dengan Sahara sangat kecil, bagaikan selembar pita yang mengelilingi Jazirah Arab. Penduduknya sudah menetap dengan mata pencaharian bertani dan berniaga. Karena itu, mereka sempat membina berbagai macam budaya, bahkan kerajaan.
Bila dilihat dari asal-usul keturunan, penduduk Jazirah Arab terbagi menjadi dua golongan besar yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan Adnaniyun (keturunan Ismail ibn Ismail).
Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan Badui. Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam sustu rentang komunitasa yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (tribe) dan dipimpin oleh seorang syaikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.
Bangsa Arab dikenal suka berperang. Karena itu, peperangan antarsuku sering kali terjadi. Sikap ini menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri orang Arab. Dalam masyarakat yang suka berperang ini, nilai wanita menjadi sangat rendah. Situasi seperti ini terus berlangsung hingga Islam datang. Dunia Arab kala itu merupakan kancah peperangan terus menerus. Pada sisi yang lain, meskipun masyarakat badui mempunyai pemimpin , namun mereka hanya tunduk kepada Syaikh atau amir (ketua kabilah) itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan, pembagian harta rampasan, dan pertempuran tertentu. Di luar itu, syaikh atau amir tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.
Akibat peperangan yang terus-menerus, kebudayaan bangsa Arab tidak berkembang. Karena itu, bahan-bahan sejarah Arab Pra-Islam sulit diketahui. Pengetahuan mengenai kebudayaan Arab kebanyakan diperoleh  memelui  para perawi syair.
Dengan kondisi alami yang seperti tidak pernah berubah maka masyrakat Badui tetap berada pada fitrahnya. Kemurniaanya terjaga. Dasar-dasar kebudayaan mereka dapat disejajarkan dengan bangsa-bangsa yang masih berada dalamtaraf permulaan perkembangan budaya. Bedanya adalah hampir seluruh penduduk Badui adalah penyair.
Berbeda dengan masyarakat Badui, masyarakat pesisir jazirahArab telah memiliki kebudayaan yang lebih baik. Sejarah mereka dapat diketahuia dengan jelas. Mereka selalu ,mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang mengitarinya. Mereka mampu membuat alat-alat dari besi, bahkan mendirikan kerajaan-kerajaan. Kota-kota mereka merupakan kota perniagaan.          Sebagaimana masyarakat Badui, , penduduk negeri inin juga pandai menggubah syair. Bahasa mereka kaya dengandengan ungkapan, tata bahasa, dan kiasan.
Kemudian, berkaitan dengan agama, menurut Muhammad Husein Haekal, keadaan alam, polotik, dan sosial bangsa Arab memiliki pengaruh terhadap kehidupan keagamaanya. Pengaruh pengertian agama dalam jiwa serta cara hidup kaum pengembara tidak sama dengan orang kota (pesisir). Dalam kehidupan kaum pengembara manusia berhubungan dalam alam, ia merasakan adanya wujud yang tak berbatas dalam segala bentuknya. Ia merasa perlu mengatur suatu cara hidup antara dirinya dengan alam dalam suatu keterbatasannya itu. Sedang bagi orang kota ketakterbatsan itu sudah tertutup oleh kesibukan sehari-hari, oleh adanya perlindungan masyrakat  sebagai imbalan atas kebebasannya yang diberikan sebagian kepada masyarakat erta kesediaanya tunduk kepada undang-undang penguasa supaya memperoleh jaminan dan hak perlindungan. Hal ini menyebabkannya tidak merasa perlu berhubungan dengan yang di luar penguasa, dengan kekuatan alam yang begitu dahsyat terhadap kehidupan manusia. Hubungan jiwa dengan unsur-unsur alam yang di sekitarnya jadi berkurang. hal inilah yang menurut Haekal sebagai sebab ada dan bertahanya paganisme pada bangsa  Arb, terutama masyrakat pengembara.[4]  Adapun bentuk-bentuk kepercayaan itu bermacam-macam seperti menyembah bintang, menyembah kayu, menyembah batu, jin, ruh, hantu, malaikat, dan sebagainya. Namun selain itu, masih ada pula yang masih menganut ajaran Nabi Ibrahim dan Ismail, yaitu menyembah Allah serta mengerjakan Ibadah haji, meski jumlah mereka sangat sedikit. Sebagian lainnya, ada pula yang menganut agama Yahudi dan Nasrani.[5]
Berkenanaan dengan kehidupan ekonomi, sesuai dengan tanah Arab yang kebanyakan terdiri dari Sahara, maka ekonomi mereka yang terpenting adalah dagang. Orang-orang Quraisy berdagang sepanjang tahun. Di musim dingin mereka mengirim kafilah dagang ke Yaman. Sementara di musim panas merekamenuju Syam. Dari segi kehidupan sosial, selain segi-segi buruk yang telah disebutkan di atas ada pula segi-segi baik seperti setia kawan, menepati janji,menghormati tamu,dan tolong-menolong antara anggota kabilah.[6]  
  1. Syair Bangsa Arab
Menurut Prof. Dr. A. Syalabi, ada dua cara dalam mempelajari syair Arab di masa Jahiliyah, kedua cara itu amat besar faedahnya.[7]
a.       mempelajari syair itu sebagai suatu kesenian, yang oleh bangsa Arab amat dihargai.
b.      Mempelajari syair itu dengan maksud, supaya kita dapat mengetahui adat istiadat dan budi pekerti bangsa Arab. 
Berdasarkan kedua segi di atas maka dapat kita lakukan tinjauan ringkas terhadap syair Arab di masa Jahiliyah.
Syair adalah salah satu seni yang paling indah yang amat dihargai dan dimuliakan oleh bangsa Arab. Mereka amat gemar berkumpul mengelilingi penyair-penyair, untuk mendengarkan syair-syair mereka, sebagaimana orang zaman sekarang, beramai-ramai mengelilingi penyair atau pemain musik yang mahir, untuk mendengarkan permainannya.
Ada beberapa pasar tempat penyair-penyair berkumpul yaitu: pasar Ukaz, Majinnah, dan Zul Majaz. Di pasar-pasar itu para penyair penyair-penyair memperdengarkan syair-syairnya yang sudah disiapkannya untuk maksud itu, dengan dikelilingi oleh warga sukunya; yang memuji dan merasa bangga dengan penyair mereka.Dipilihlah diantara syair-syair itu yang terbagus lalu digantungkan di Ka’bah tidak jauh dari patung dewa-dewa pujaan mereka.
Disebutkan oleh Prof. A. Hasjmy dalam bukunya  Sejarah Kebudayaan Islam bahwa telah menjadi kelaziman bagi orang Arab Jahiliyah untuk mengadakan majlis atau nadwah (klub), di tempat mana mereka mendeklamasikan sajak, bertanding pidato, tukar menukar berita, dan sebagainya. Terkenallah dalam kalangan mereka “Nadwah Quraisy” dan “Darun Nadwah” yang berdiri di samping ka’bah. Di samping itu mereka mengadakan Aswaq (pekan) pada waktu tertentu, di beberapa tempat dalam negeri Arab.Tiap-tiap ada sauq berkumpullah ke sana para saudagar dengan barang dagangannya, para penyair dengan sajak-sajaknya, ahli pidato dengan khutbah-khutbahnya dan sebagainya.[8] 
Seorang penyair memilki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat bangsa Arab. Bila pada suatu kabilah muncul seorang penyair, maka berdatanganlah utusan dari kabilah-kabilah lain, untuk mengucapkan selamat kepada kabilah itu. Untuk itu, kabilah-kabilah itu mengadakan perhelatan-perhelatan dan jamuan besar-besaran dengan menyembelih binatang-binatang ternak. Wanita-wanita kabilah keluar untuk menari, menari, dan bermain musik.
Semua itu diadakan untuk menghormati penyair karena penyair membela dan mempertahankan kabilah dengan syair-syairnya, ia melebihi seorang pahlawan yang membela kabilahnya dengan tombak dan pedangnya. Di amping itu, penyair dapat juga mengabadikan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian dengan syairnya. Dan bilamana ada penyair-penyair kabilah lain mrncela kabilahnya, maka dialah yang akan membalas dan menolak celaan-celaan itu dengan syair-syairnya pula.
Salah satu dari pengaruh syair pada bangsa Arab adalah syair itu dapat meninggikan derejat orang yang tadinya hina,  atau sebaliknya, dapat menghinakan seseorang yang tadinya mulia. Bilamana seorang penyair memuji seorang yang tadinya dipandang hina, maka dengan mendadak sontak orang itu menjadi mulia dan apabila seseorang penyair mencela atau memaki seseorang yang tadinya dimuliakan, maka dengan serta merta orang itu menjadi hina. Sebagai contoh yakni Abdullah Uzza ibnu Amir. Dia adalah seorang yang mulanya hidup melarat, putera-puterinya banyak, akan tetapi tidak ada pemuda-pemuda yang mau memperisteri mereka. Kemudian dia dipuji oleh Al-A’sya, seorang penyair ulung, dan kemudian syair yang berisi pujian itu tersiar kemana-mana. Dengan demikian menjadi masyurlah Abdul Uzza itu; penghidupannya menjadi baik, maka berebutanlah pemuda-pemuda meminang putera-puterinya.
Ada sekumpulan manusia dicela oleh penyair Hasan ibnu Tsabit maka menjadi hinalah mereka.
Penyair Al Huthaiah memuji sekelompok manusia. Mereka merasa bangga dengan pujian Al Hutahiah itu, seakan-akan pujian itu suatu ijazah yang mereka dapat dari sebuah perguruan tinggi.
Demikianlah pengaruh syair dalam kehidupan bangsa Arab. Kemudian, syair juga merupakan seni yang telah menggambarkan kehidupan, budi pekerti, dan adat-istiadat bangsa Arab.
Syair-syair dari penyair yang hidup di masa Jahiliyah menjadi sumber yang terpenting bagi sejarah bangsa Arab di masa Jahiliyah. Dia dapat menggambarkan kehidupan bangsa Arab di masa Jahiliyah.
Orang yang membaca syair Arab, akan melihat kehidupan bangsa Arab tergambar dengan jelas pada syair itu. Dia akan melihat padang pasir , kemah-kemah, tempat-tempat permainan, dan sumber-sumber air. Dia akan mendengar tutur kata pemimpin laki-laki dan wanita. Dia akan mendengar bunyi kuda dan gemerincing pedang.
Melalui syair dikisahkan peperangan-peperangan, adat-istiadat, dan budi pekerti bangsa Arab.
Dari syair kita akan mengetahui kemurahan hati bangsa Arab, dan bagaimana cara mereka melaksanakan kemurahan hati itu.
Dari syair kita akan mengetahui bahwa di anatara bangsa  Arab ada orang-orang yang telah mengetahui “Allah”, meskipun kepercayaan watsani-lah yang berkembang di waktu itu. Ada orang yang mengharamkan atau mencela minum khamar. Dan salah satu adat kebiasaan mereka adalah mengawini isteri bapak mereka setelah meninggal. Dan bahwa mereka telah mengenal thalaq, dan masih banyak lagi hal-hal lain, yang syair Arab Jahiliyah itu adalah sumber untuk mengetahuinya.
Adapun macam-macam syair berdasarkan tujuannya adalah sebagai berikut:[9]
1.      Tasybib adalah adalah syair yang menceriterakan dan menggambarkan cumbu rayau, wanita dan kecantikannya, kekasihnya, tempat tinggalnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan percintaannya.
2.      Washfu adalah syair yang menceriterakan tentang  gambaran alam yang indah, kejadian-kejadian yang menarik yang singgah pada mereka, sifat-sifat yang baik pada seseorang, serta mensifati jalannya peperangan.
3.      Ratsa adalah syair yang digungkan untuk  mengenang jasa-jasa seseorang yang telah meninggal.
4.      Fakhr adalah syair yang digunakan untuk berbangga-banggaan tentang kelebihan dan keunggulan  yang mereka miliki dari suatu kaum, misalnya tentang keberaniannya dan kemenangan yang mereka peroleh dari suatu even.
5.      Madch adalah syair yang digunakan untuk memuji seseorang dengan segala sifat baiknya, karekteristiknya dan kebesaran yang mereka miliki, seperti keadilannya, kedermawanannya, ketinggian budi pekertinya, keberanian dalam sikap yang positif, dan sifat-sifat  baik mereka dalam menerima tamu.
6.      I’tidzar adalah syair yang digunakan dalam mengungkapkan rasa penyesalannya dan permohonan maaf akibat kesalahan dan kekeliruannya yang telah mereka perbuat.
7.      Hijaa adalah syair yang digunakan untuk mencaci menjelek-jelekan lawan tentang keburukan dan kekurangannya musuh.
Dalam menilai baik buruknya suatu syair diperlukan suatu ilmu yang disebut ilmu Arudh. Ilmu Arudh menjadi barometer dalam menilai baik atau tidaknya suatu gubahan syair yang ditimbang melalui metoda arudh, apabila syair mereka   itu sesuai dengan ilmu tersebut maka  syair itu akan menjadi terkenal,  masyhur dan mendapat perhatian dan penghormatan yang sangat luar biasa seperti  syair itu dipertandingkan , dilombakan di pasar Ukaz dan Pasar Majannah  dan puncak penghormatan yang paling tinggi  dengan digantungkan pada dinding Ka’bah yang bertintakan emas. Selain syair, seni sastra yang dimiliki oleh bangsa Arab antara lain ialah:
a)      Natsr atau Prosa.
Pada periode ini terdapat beberapa jenis Natsr, diantaranya: Khutbah, wasiat , Hikmah dan Matsal.
1.      Khutbah yaitu serangkaian perkataan yang jelas dan lugas yang disampaikan kepada khalayak ramai dalam rangka menjelaskan suatu perkara penting. Sebab-sebab munculnya khutbah pada periode Jahiliyah adalah dikarenakan banyaknya perang antar kabilah. Pola hubungan yang ada pada masyarakat Jahiliyyah seperti saling mengucapkan selamat, belasungkawa dan saling meminta bantuan perang. Dikarenakan kesemrawutan politik pada masa itu maka banyak yang buta huruf dan hal ini menyebabkan komunikasi lisan lebih banyak digunakan. Adapun ciri khasnya, yaitu:
§  Kalimatnya ringkas.
§  Lafaznya jelas.
§  Maknanya mendalam.
§  Bersajak (berakhiran setipa kalimat dengan huruf yang sama).
§  Sering dipadukan dengan syair, hikmah, dan matsal.

Contoh Khutbah Khutbah Hani’ Bin Qobishoh pada Pertempuran Dzi-Qorin:
Kisra ( Raja Persia ) memaksa Hani bin Qobishoh Asa-Syaibani agar menyerahkan harta amanah yang dititipkan kepadanya oleh Nu’man ibnul Mundzir-salah seorang penguasa Irak-. Hani menolak permintaan tersebut demi menjaga amanah yang dititipkan kepadanya sehingga terjadilah perang antara tentara Persia dengan kabilah Bakr yang dipimpin oleh Hani, pertempuran tersebut berlangsung pada sebuah tempat dekat Bashrah di Irak yang bernama Dzi-Qorin, pertempuran tersebut akhirnya dimenangkan oleh Kabilah Bakr, sebelum pertempuran tersebut berlangsung Hani’ membakar semangat para pasukannya dengan perkataannya: :

يا معشر بكر , هالك معذور خير من ناج فرور, إن الحذر لا ينخي من القدر, و إن الصبر من أسباب الظفر, المنية ولا الدنية, استقبال الموت خير من استدباره, و الطعن في ثغر النحور, أكرم منه في الأعجاز و الظهور, يا أبا بكر : قاتلوا فما للمنايا من بد

Wahai sekalian kaum Bakr, orang yang kalah secara terhormat lebih baik dari orang yang selamat karena lari dari medan juang, sesungguhnya ketakutan tidak akan melepaskan kalian dari ketentuan Tuhan, dan sesungguhnya kesabaran adalah jalan kemenangan. Raihlah kematian secara mulia, jangan kalian memilih kehidupan yang hina ini. Menghadapi kematian lebih baik daripada lari darinya, tusukan tombak di leher-leher depan lebih mulia dibanding tikaman dipunggung kalian, wahai kaum Bakr….. Berperanglah!!!! Karena kematian adalah suatu kepastian..“[10]

2. Wasiat yaitu nasihat seorang yang akan meninggal dunia atau akan berpisah kepada seorang yang dicintainya dalam rangka permohonan untuk mengerjakan sesuatu dari orang yang telah meninggal tersebut. Wasiat memiliki banyak persamaan dengan khutbah, hanya saja umumnya wasiat lebih ringkas. Salah satu contoh wasiat ialah disaat Dzul Isba’ Al-‘adwani merasakan ajalnya ia memanggil anaknya Usaid, ia menasihati anaknya dengan beberapa nasihat demi mewujudkan kedudukan yang mulia ditengah manusia dan menjadikannya seorang yang mulia, dan terhormat maka dia berwasiat kepada anaknya tersebut sebagai berikut:

ألن جانبك لقومك يحبوك, وتواضع لهم يرفعوك, وابسط لهم وجهك يطيعوك, ولا تستأثر عليهم بشيء يسودوك,أكرم صغارهم كما تكرم كبارهم و يكبر على مودتك صغارهم, واسمح بمالك, و أعزز جارك وأعن من استعان بك, وأكرم ضيفك, وصن وجهك عن مسألة أحد شيئا, فبذلك يتم سؤددك 

Berlemah lembutlah kepada manusia maka mereka akan mencintaimu, dan bersikap rendah hatilah niscaya mereka akan mengangkat kedudukanmu, sambut mereka dengan wajah yang selalu berseri maka mereka akan mentaatimu, dan janganlah engkau bersikap kikir maka mereka akan menghormatimu. Muliakanlah anak kecil mereka sebagaimana engkau mencintai orang-orang dewasa diantara mereka, maka anak kecil tadi akan tumbuh dengan kecintaan kepadamu, mudahkanlah hartamu untuk kau berikan, hormatilah tetanggamu dan tolonglah orang yang meminta pertolongan, muliakanlah tamu dan selalulah berseri ketika menghadapi orang yang meminta-minta, maka dengan itu semua sempurnalah kharismamu.”[11]

2.      Hikmah yaitu kalimat yang ringkas yang menyentuh yang bersumber dari pengalaman hidup yang dalam, di dalamnya terdapat ide yang lugas dan nasihat yang bermanfaat.

Contoh Hikmah:

آفة الرأي الهوى 

“Perusak akal sehat manusia adalah hawa nafsunya.”

مصارع الرجال تحت برو ق الطمع

Kehancuran seorang lelaki terletak dibawah kilaunya ketamakan.”[12]
3.      Matsal yaitu kalimat singkat yang diucapkan pada  keadaan atau peristiwa tertentu. Contohnya:

سبق السيف العذل
pedang telah mendahului celaan.”

Dalam ceritanya, matsal tersebut dikatakan oleh seorang ayah yang  mengutus anaknya untuk mencaru untanya yang hilang, namun anaknya tak kunjung pulang, maka pergilah sang ayah untuk mencari anaknya tersebut pada bulan haram. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang pemuda dan menemaninya. Sang pemuda itu kemudian berkata: “Beberapa waktu yang laluaku bertemu dengan seorang pemuda dengan ciri-ciri begini dan begini dan aku rampas pedang ini darinya.” Sang ayah pun berpikir dan melihat pedang tersebut. Barulah ia sadar bahwa pemuda itu telah membunuh anaknya. Sang ayah pun menebas pemuda itu hingga mati. Ketika masyarakat melihat hal itu mereka mengatakan: “ mengapa engkau membunuh pemuda itu pada bulan haram?” maka sang ayah pun menjawab dengan menggunakan matsal di atas yang berarti “nasi sudah menjadi bubur” di mana celaan tidak akan mampu merubah kejadian yang telah terjadi.[13]
b)      Al-Mu’allaqot
                        Mu’allaqat adalah qasidah panjang yang indah yang diucapkan oleh para penyair jahiliyah dalam berbagai kesempatan dan tema. Sebagian Al-Mu’allaqot ini diabadikan dan ditempelkan didinding-dinding Ka’bah pada masa Jahiliyah. Dinamakan dengan Al-Mu’allaqot ( Kalung ) karena indahnya syair-syair tersebut menyerupai perhiasan yang dikalungkan oleh seorang wanita. Para pujangga Al-Mu’allaqot berjumlah tujuh orang, yaitu Amru Qais, Zuhair, Tharafah, Nabighah, Antarah, Amru bin Kulsum, dan Haris bin Hilizah.
Contoh Syair Al-Mu’allaqot :
Perang yang begitu dahsyat berkecamuk antara kabilah ‘Abs dan kabilah Dzubyan hanya dikarenakan pacuan kuda, perang ini berlangsung hingga 40 tahun lamanya, maka dua orang pembesar dari kabilah lain yaitu Haram bin Sinan dan Al-Harits bin ‘Auf berupaya mendamaikan kedua kabilah tersebut dengan menanggung kerugian akibat perang yang dialami oleh kedua belah pihak, dan akhirnya perangpun berhenti. Hal ini memberikan kekaguman yang luar biasa bagi diri Zuhair bin Abi Sulma sehingga ia menciptakan sebuah Qosidah yang begitu indah dalam rangka memuji kedua orang tersebut. Zuhair berkata:

سئمت تكـاليـف الـحياة ومن يعش ثـمانين حولا- لا أبا لك – يسـأم
وأعـلم مـا في اليوم والأمـس قبلـه ولكنني عن علم ما في غـد عـم
ومـن هـاب أسبـاب المـنايـا ينلـنه ولـو نـال أسباب السـماء بسلــم
ومن يجعل المعروف في غير أهله يـعــد حـمـده ذمـا عــليه فيـندم
ومهما تكن عند امرئ من خـليقة ولو خالها تخفى على الناس تعلم
لأن لـسان الـمـرء مـفـتـاح قــلـبه إذا هو أبدى مـا يـقول من الـفـم
لسان الفتى نصف و نصف فؤاده ولم يبق إلا صـورة اللحـم والدم




Aku telah letih merasakan beban kehidupan
Sungguh aku letih setelah hidup delapan puluh tahun ini
Aku tahu apa yang baru saja terjadi dan kemarin hari
Namun terhadap masa depan sungguh aku buta
Barang siapa yang lari dari kematian sungguh akan menemuinya
Walau ia panjat langit dengan tangganya
Barang siapa yang memuji orang yang tak pantas dipuji
Maka esok hari pujiannya itu akan disesali
Seorang manusia tentu memiliki tabiat tertentu
Walau ia sangka tertutupi pasti orang lain akan mengetahui
Itu karena lidah seseorang adalah kunci hatinya
Lidahnyalah yang menyingkap semua rahasia
Lidah itu adalah setengah pribadi manusia dan setengahnya lagi adalah hati
Tidak ada selain itu kecuali daging dan darah sahaja
.[14]









BAB III
PENUTUP


A.    Simpulan
Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Bangsa Arab secara geografis terbagi kepada dua yakni bangsa Arab tengah dan bangas Arab pesisir. Bangsa Arab tengah, berupa masyarakat Badui adalah masyrakat dengan gaya hidup pedesaan dan nomadik. Sementara masyarakat pesisir adalah masyarakat yang telah hidup menetap dan bermata pencaharian berupa bertani dan berniaga. Gaya hidup dan kondisi alam ini tentu menyebabkan kehidupan diantara dua golongan masyarakat itu berbeda. Masyarakat badui kental dengan budaya kesukuan, tabiat berperang, dan lain sebagainya. Sementara itu, masyarakat pesisir telah bisa membinaberngai macam budaya, bahkan kerajaan. Meskipun demikian, diantara keduanya tetap terdapat kesamaan, yakni mahir dalam menggubah syair.
2.      Syair memiliki peranan penting sebagai sumber sejarah bangsa Arab. Syair memberikan petunjuk mengenai peperangan-peperangan, adat-istiadat, dan budi pekerti bangsa Arab.
3.      beberapa jenis syair berdasarkan tujuannya, yaitu:
a)      Tasybib
b)      Washfu
c)      Ratsa
d)     Fakhr
e)      Madch
f)       I’tidzar.
g)      Hijaa.
4.      Selain syair, adapula beberapa seni sastra bangsa Arab lainnya seperti khutbah, hikmah, matsal,dan muallaqat.

DAFTAR PUSTAKA



Haekal, Muhammad Husein. 2007. diterjemahkan oleh Ali Audah, Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera AntarNusa.

Hasjmy, A. 1993. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Hosein, Oemar Amin. 1975. Kultur Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Misbah, Ma’ruf, dkk. 1996. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: Wicaksana.

Syalabi, A. 1992. Sejarah dan Kebudayaan Islam (jilid I). Jakarta: Pustaka Alhusna.

Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. Jakarta: RajaGrafindo.




[1] Prof. A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 25.
[2] Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al- Mishriyah, 1975), h.1-2 dalam Dr. Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: RajaGrafindo, 2008).
[3] DR. Oemar Amin Hosein, Kultur Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 486-487.
[4] Muhammad Husein Haekal, diterjemahkan oleh Ali Audah, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera AntarNusa, 2007), h.16.
[5] Drs. Ma’ruf  Misbah, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: Wicaksana, 1996), h.3.
[6] Prof. A. Hasjmy, Op.Cit, h.21.
[7] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (jilid I), (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1992), h. 56.
[8] Prof. A. Hasjmy, Op.Cit, h, 24.
[10] http://podoluhur.blogspot.com/.com/2009/05/bangsa-arab-sebelum-islam.html.

[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Ibid.

4 comments: