Guru Zuhdi
Mesjid Sabilal
Muhtadin, Banjarmasin
Desember 12, 2011
“Imam Abu Hanifah berkata: ‘Jika orang hasad terhadap beliau,
beliau tidak akan membalas.” Hasad di sini diartikan dalam artian mencela,
menghina, memancing emosi. Arti dari perkataan tersebut ialah mengajarkan
kepada kita untuk bisa menahan emosi.
Bagaimana caranya? Caranya yaitu dengan mengambil hikmah bahwa semua pekerjaan
ini adalah pekerjaan Allah. Ini berarti bila kita melawani berarti melawani
Allah. Contoh: seseorang menghina kita atau menjelek-jelekkan kita maka
tidak seharusnya membalas. Namun selaku manusia biasa pastilah kita memiliki
emosi yang tidak bisa ditahan kala mendengar hal-hal seperti itu. Cara kita
bersikap yakni mengerti bahwa tiada daya dan upaya yang bisa dilakukan oleh
orang yang menghina atau menjelek-jelekkan kita tadi melainkan atas kehendak
Allah jua. Ambillah hikmah dari hal itu, mengertilah bahwa Allah memiliki
tujuan baik pada kita atas hal yang menimpa kita. Niscaya, emosi kita pun akan
tertahan.
“Apalagi bila posisi yang menghasad lebih rendah dari posisinya.
Kita kada ingat bahwa itu gawian Allah.” Hal ini sering terjadi. Bila kita
menyadari bahwa posisi si penghasad lebih rendah posisinya daripada kita, baik
dari segi status sosial, ekonomi, kedudukan, atau usia. Emosi kita langsung
terpancing ketika kita mendengar seorang bawahan menggunjing diri kita yang
seorang bos. Kita langsung marah kala mengetahui ada orang biasa yang menghina
kita yang seorang pejabat, dan lain sebagainya. Semakin rendah posisi si
penghasad semakin tinggi emosi kita. Kala ini kita melupakan bahwa semua yang
terjadi merupakan kehendak Allah. Kemarahan kita terhadap orang tersebut
menandai kemarahan kita kepada kehendak Allah pula.
“Perlu latihan. Bawa baca Al-Qur’an, sholat sunat, dan
menyadari bahwa itu gawian Allah.” Bagaimana kita bisa menahan emosi bila tak
pernah melatih diri. Latihan emosi tidak mungkin bisa dilakukan kala kta
dihadapkan dengan masalah. Melatihnya haruslah di saat kita tenang. Caranya
yakni bacalah Al-Qur’an, shalat sunat, dan ibadah-ibadah sunat lainnya. Sadari
bahwa bukan kita yang mampu melakukan ibadah-ibadah tersebut. Itu bukan
pekerjaan kita. Itu adalah kebaikan Allah yang member kekuatan kepada kita
untuk bisa melakukan itu semua.
“Nyiur gugur ke kalambu oleh orang lain, apa hikmahnya? Diganti
orang. Tapi kada boleh kita berharap lawan balasan seperti ini. Karena balasan
pahala sabar itu besar daripada itu di sisi Allah SWT.” Ini merupakan contoh
bahwa kadang kita sulit untuk memahami apa hikmah dari setiap kejadian yang
ditimpakan Allah bagi kita. Seperti contoh diatas, ada orang yang memetik
kelapa kemudian secara tak sengaja (karena pohon kelapanya dekat dengan rumah
kita) menjatuhkan buah kelapa tersebut tepat di kamar kita. Atap kamar kita
rusak. Apa hikmahnya? Kadang kita langsung marah-marah terhadap orang tersebut.
Padahal, hikmahnya mungkin saja si orang tersebut akan mengganti atap kita yang
rusak. Namun di sini, jika kita sudah mengerti. Balasan seperti itu pun tidak
usah kita harapkan. Bukankah terlalu murah dan kecil jika pahala sabar di sisi
Allah hanya dibalas dengan atap?
“Jangankan kita nang awam ini. Rasulullah yang mulia juga
dihasadi orang.” Siapa lagi makhluk yang lebih baik perbuatan dan kelakuannya
selain Rasulullah. Bahkan orang semulia dan sebaik Rasul pun ada saja yang
hasad kepadanya. Apalagi kita.
“Mun handak panjang umur jangan hasad.” Orang yang banyak
hasad banyak sakit hati. Orang yang banyak sakit hati stres. Orang yang stress lebih
rentan terkena penyakit.
“Tetes keringat seorang istri yang ikhlas bernilai pahala di
sisi Allah dan menghapus dosa. Bahkan, sebanyak beras ia memasak sebanyak itu
pula pahalanya.” Masya Allah, seorang istri memiliki ladang amal yang begitu
luas dan banyak dibalik ketaatannya pada suami.
“Hendaklah kita melaksanakan kewajiban sedapat mungkin. Contohnya
tadi, orang menghina kita, kewajiban kita berbuat baik. Tidak usah kita sibuk
membalasnya. Karena bila kita membalas maka hanya akan menambah panas suasana.”
“Sifat orang hasad itu tidak senang melihat kita benar.”
Mereka ingin kita membalas hinaan, ejekan, atau fitnah meeka. Mereka tidak
senang ketika kita melakukan sesuatu yang benar. Mereka senang jika kita susah.
Meraka pun senang jika kita marah.
“Jawaban paling pas dalam menghadapi orang hasad ialah
dengarkan dan diam.” Tidak usah kita membalas. Karena membalas pun tak ada
gunanya. Terus, biasanya akan terdapat spekulasi dalam diri kita bahwa bila
kita tidak membalas maka bisa saja orang lain menyangkan bahwa itu benar.
Namun, jika kita pikir lagi, apakah jika kita membalas keadaan akan menjadi
lebih baik. Tunggulah hingga keadaan tenang jika kita ingin melakukan
klarifikasi.
“Bila kita terpancing emosi maka kala itulah musuh kita
menang. Dan kita tahu bahwa musuh kita yang sesungguhnya ialah iblis.”
Wallahu’alam bissawab.
betul..betul.. jika kita mamapu menghindari sikap negative yang telah disebutkan di atas, insya Allah hidup kita akan tenang. semoga kita bisa mengamalkannya ^_^(kunjungi segera: http://blessingdawn1.blogspot.com/2011/12/tips-belajar-bahasa-jepang.html)
ReplyDelete