Tulisan ini hadir buat kalian yang tengah galau dalam mengambil keputusan. Terutama soal wanita dan cita-cita. Sebenarnya dua-duanya tidak akan pernah menghadirkan permasalahan seandainya diantara mereka tak ada yang menuntut untuk dipilih. Wanita dan cita-cita, dua-duanya seharusnya saling mendukung dan memotivasi bagi kita. Namun, inilah hidup. Ada saatnya kita harus memilih ketika tuntutan itu datang.
Well, pernahkah kalian menemui saat-saat seperti potongan kisah berikut ini:
“Di, kapan kamu mau melamarku?” Kata Febrina.
“Hmm…nanti Rin. Kalau aku sudah siap.” Jawab Ardi.
“Siap?” Tanya Febrina.
“Ya, siap dalam artian kusudah punya pekerjaan yang matang dan siap untuk menjadi seorang kepala rumah tangga.”
“Tidakkah itu terlalu lama, Di.”
“Aku tahu semua itu pasti butuh waktu, aku mesti menamatkan S1, aku mau S2, mau bikin usaha. Aku tidak mau hidup kita masih menjadi tanggungan orang tuaku atau orang tuamu. Itu tanggung jawabku, Na.”
“Maksudmu apa?” sahut Ardi.
“Aku sendiri, tidak yakin Di. Orang tuaku terus memaksa.. Katanya aku sudah terlalu tua jika harus menunggu bertahun-tahun lagi untuk menikah. Aku wanita Di. Dan kau tahu, persepsi dalam masyarakat sekitarku bahwa wanita tak seharusnya menunggu terlalu lama. Bahkan telah ada yang mau datang melamarku. Aku tak bisa terus menolak dengan alasan menunggumu.”
Nah, mungkin bagi kalian yang pernah mengalami momen dilema seperti itu rasanya benar-benar kaya disuruh milih mau mati dilindes truk atau dijatuhin dari pesawat. Dua-duanya sama men, gak ada yang enak. Ngorbanin cinta buat cita-cita atau ngorbanin cita-cita demi cinta merupakan pilihan yang tidak pernah kita kehendaki adanya. Kita ingin meraih dua-duanya, namun sekali lagi, kadang dalam hidup pilihan itu harus selalu ada.
Sekarang kita hanya bisa melihat sisi positif dan negative dari dua pilihan tersebut.
Pilihan pertama, milih wanita singkarkan dulu cita-cita. Positifnya dari pilihan ini adalah kita tidak akan kehilangan orang yang kita sayangi. Potensi untuk menyesal dikemudian hari karena meninggalkan si dia juga akan terminimalisasi. Dan “mungkin” kita masih punya kesempatan untuk mengejar cita-cita tersebut. Kita akan bahagia karena berhasil hidup bersama dengan orang yang benar-benar kita ingini.
Sisi lainnya, bila ternyata kita harus kehilangan kesempatan untuk mengejar cita-cita kita karena fokus dengan kerja dan keluarga. Kadang kita masih harus numpang dengan orang tua atau mertua. Syukur kalau yang ditumpangi senang, tapi kalau ada masalah karena mereka melihat kekurangan pasangan kita atau kita, jadinya berantakan juga.
Pilihan kedua, milih cita-cita dan relakan wnita. Positifnya, kita bisa mengejar apa yang kita mau. Menuju sukses dan membangun keluarga di saat kita benar-benar merasa matang. Namun sisi lainnya, nikmatilah rasa tersayat sembilu ketika menerima undangan si dia dengan yang lain. Melewati masa-masa kehilangan dan takut tidak akan menemukan orang lain setepat dia lagi. Hmm…kaya minum kopi pahit, merasakan kepahitan demi menahan kantuk agar pekerjaan terselesaikan.
Terakhir, apa pun yang kita pilih yang jelas pikirkanlah semuanya secara matang. Mintalah petunjuk dari Allah. Berdoalah semoga semuanya dimudahkan sesuai jalan keridhaanNya. Toh, tak ada satupun pilihan yang hadir di kehidupan ini kecuali atas izinNya. Belajar untuk ikhlas ketika memilih memang sulit. Sebagai manusia. kita punya kecenderungan untuk tamak dan memiliki semuanya.
Live is a choice.
No comments:
Post a Comment