Trio RRI Went to Jogja
Siapa itu Trio RRI?
Jangan berpikir bahwa mereka adalah
saingan trio macan, boyband terbaru, atau tiga penyiar Radio Republik
Indonesia. Bukan sama sekali. RRI di sini merupakan singkatan yang diambil dari
inisial nama kami masing-masing. Mari kenal lebih dekat dengan mereka.
1.
Raka, gak ada kata yang tepat buat mewakilkan
dia kecuali “Pak Beyenya kelas B.”
2.
Ronald, hantu foto paling narsis di antara kami
bertiga.
3.
Iyan, Just a simple and humble blogger and traveler.
Deskripsi tentang kami mungkin tidak terlalu jelas karena memang bukan
itu tujuan tulisan kali ini. Ini hanyalah sebuah review tentang perjalanan 3
hari 2 malam Trio RRI menyusuri kota Yogyakarta. Selamat menikmati.
Dari sini semua berawal
Berawal dari sebuah posting teman di
sebuah media sosial bahwa pada tanggal 14-18 akan ada Borobudur International
Festival (BIF). Setelah menelusuri info dari internet, sepertinya akan menarik
jika pada tanggal-tanggal tersebut berlibur ke Jogja dengan Borobudur sebagai
salah satu destinasi. Dari sekian orang yang diajak, Ronald dan Raka lah yang
akhirnya mau dan bisa bergabung dalam penjelajahan kali ini.
Awalnya keberangkatan dijadwalkan pada tanggal tanggal 16 Juni 2013 agar
kami bisa menghadiri acara penutupan BIF. Namun sayang, kereta yang kami akan
tumpangi berangkat pada minggu pukul 8 pagi. So, tanggal ini gak mungkin kita
pilih karena itu adalah waktu ibadah bagi teman saya. Akhirnya, 17 Juni 2013 disepakati
sebagai tanggal keberangkatan. Kami berangkat menggunakan kereta Malioboro
Express, kelas bisnis, dengan harga tiket 80 ribu/orang. Saya dan Ronald
berangkat bareng dari stasiun Malang sementara Raka dari stasiun Kediri. Meski
demikian nomor gerbong dan kursi kereta kami masih berdekatan.
Ini adalah pengalaman pertama saya naik kereta. Karena itu, momen ini
wajib diabadikan.
Sms dulu: "Mak, anakmu akhirnya naik kereta......"
Hari Pertama
` Kami sampai pada pukul 15.25 WIB,
sesuai jadwal kereta, di stasiun Tugu, Yogyakarta. Well, akhirnya sampai juga…
Dalam perjalanan mencari penginapan
This
is our first experience, except for Raka, and we don’t have any clue about how
Jogja is. So, untuk menuju ke penginapan, kami bertanya dan mempercayai
petunjuk jalan. Beruntungnya penginapan yang di sewa dekat sehingga tidak terlalu susah untuk
menemukannya. Kami menginap di penginapan Happy, Jl. Sosrokusuman di sebuah
gang persis di samping kiri Mall Malioboro. Harga perhari sebesar Rp 90
ribu/kamar. Fasilitas yang bisa didapat adalah fan antik (bukan karena
desainnya tapi karena umurnya), 2 buah bed (satu bed untuk satu orang dan
satunya muat berdua) serta kamar mandi dalam. Penginapan ini sudah dibooking
lebih dulu oleh teman kami, Mbak Rini, anak UGM yang juga sekaligus menjadi
guide kami di sini.
Fasilitas Penginapan (Laptop gak termasuk).
Setibanya di penginapan kami rehat
sejenak hingga menjelang maghrib. Sekitar pukul 18.30, Rini datang dan mengajak
kami ke rute pertama: keliling Malioboro.
Malioboro, sebenarnya hanyalah
sebuah jalan yang dipenuhi pedagang batik di satu sisi jalannya dan makanan di
sisi lainnya. Tak ubahnya seperti pasar Sudimampir di Banjarmasin atau pasar Besar
di Malang. So, kenapa begitu terkenal? Entahlah.Tapi harus diakui kalau jalan
ini semakin malam memang semakin ramai.
Sewaktu pagi, Malioboro sepi
Kami berjalan terus hingga sampai di
Jl. Mangkubumi dan menikmati nasi kucing. Salah satu makanan yang cukup dikenal
di sana. Sewaktu makan, banyak hal yang kami diskusikan dengan Rini, mulai dari
all about Jogja hingga bagaimana cara
kami agar bisa ke Borobudur besok pagi. Alternatif semula adalah meminjam
sepeda motor temannya Rini, namun karena sedang dipakai, maka rencana ini
gagal. Kami menjalankan opsi kedua yaitu mencari penyewaan motor. Motor
dirasakan lebih efektif ketimbang naik bus antarterminal. Selain bisa
mengekplorasi lebih jauh, motor juga lebih hemat waktu. Setelah ditanyakan pun
sewa motor ternyata hampir sama dengan harga naik angkutan umum atau bus jika
diakumulasikan. Harga sewa untuk motor biasa adalah Rp 50 ribu dan motor matik sebesar
Rp 60 ribu. Cukup murah kan untuk bisa jalan-jalan seharian apalagi bisa dibagi
dua dengan teman yang kita bonceng. However,
I think we’re lucky. Ketika kami mau memastikan akan menyewa sebuah motor,
salah satu kenalan saya waktu S1 yaitu Lazuardi, membalas smsku dan dia bilang
punya motor. Dan lebih keren lagi, boleh dipinjam kalau mau. Alhamdulillah,
dapat gratisan, bolehlah…..Thanks Lazuardi.
Menikmati wedang jahe
Nasi kucing+lauk yang bisa dipilih sesuai selera
Hari Kedua
Di hari kedua, rute kami adalah
Borobudur. Candi ini sebenarnya bukan termasuk wilayah Yogyakarta melainkan
berada di kabupaten Magelang, Jawa Tengah. So, dalam perjalanan kali ini
berarti kami bukan hanya ke Jogja tapi juga berhasil menginjakkan kaki di Jawa
Tengah. Jarak tempuh ke sana kurang lebih 2 jam perjalanan. Dengan menggunakan
motor, waktu tempuh bisa dihemat menjadi 1 jam 45 menit.
Tiket masuk ke Borobodur untuk
wisatawan domestik sebesar Rp 30 ribu/orang. Areal wisata cukup luas. Hamparan
taman hijau membentang. Sebuah candi besar yang dulunya saya lihat dibuku IPS
SD sekarang nampak di depan mata. Well…..kami
sampai di Borobudur, the greatest temple
in Indonesia.
Inti dari perjalanan kami ternyata
bukan melihat tempat ini sebagai salah satu wisata bersejarah Indonesia namun
lebih kepada sebagai salah satu tempat buat foto. Alamak, inilah ya kalau sudah
kumpul sama hantu foto, ketularan narsisnya.
Raka kaya mau pidato Presiden
Jurus Kamehamehaaaaa....
Keluarge kecil bahagia
Setelah lelah FOTO-FOTO (sengaja
diperbesar sebagai penekanan) kami pun berniat kembali ke penginapan sekitar
pukul 15.00. Tetapi hari hujan sehingga harus berteduh sebentar sekitar 30
menit.
Ketika sampai di Jogja, kami
menyempatkan untuk singgah di The House of Raminten. Kata Rini ini merupakan
salah satu tempat tongkrongan terkenal anak-anak Jogja. Benar saja, kami bisa
melihat adanya antrian hanya untuk masuk ke dalam dan mendapatkan tempat. Kaya
nunggu sembako murah saja. Beruntungnya, kami mendapatkan satu tempat kosong di
luar jadi tidak harus ikut mengantri.
At the House of Raminten
Tempatnya sederhana tapi dengan nuansa
cantik. Bentuk tempat ini seperti sebuah rumah, dengan pelayan berpakaian Jawa
dan telinga kita pun dimanjakan dengan music-musik khas Jawa. Bagi yang
mendapatkan tempat di dalam, aroma dupa akan tercium jelas. It’s so traditional but sangat menarik buat
ide bisnis ke depan sepertinya. Makan dan minuman yang dijual adalah makanan tradisional,
seperti sego kucing, sego gudeg, bandrek susu, jamu, dll. Jadi, yang kita
pelajari di sini, sesuatu yang biasa bisa
menjadi menarik jika disajikan dalam format yang cantik.
Sesampainya di penginapan kami
istirahat dan mandi-mandi sebentar. Setelah itu perjalanan dilanjutkan lagi
dengan mengitari jalanan Malioboro untuk membeli oleh-oleh. Ronald kali ini ahlinya. Dia ke sana kemari untuk menanyakan harga. Bukan harga
kemaja atau baju batik buat cowok. Namun dia sedang hunting rok batik, tas pesta, ikat rambut dari batok kelapa, daster
ibu-ibu, dan baju couple batik. Aduh
Jeng, belanjanya kok gituan, buat kerja ya….:-)
Hari Ketiga
Hari ketiga kami rencanakan ke
destinasi berikutnya: Candi Prambanan-PasarBeringharjo-Keraton. Kali ini
guide kami tidak bisa ikut karena dia ada ujian. Kami putuskan untuk mengikuti
jalur trans Jogja. Jalur untuk menuju Prambanan adalah rute 1A karena bus ini
akan singgah di terminal Prambanan, sekitar sekian meter dari candi tersebut
(maaf saya lupa ngukur berapa meter tepatnya, hee). Tiket trans Jogja cukup
murah yaitu sebesar Rp 3 ribu. Selain itu fasilitasnya juga nyaman.
Di bus juga foto-foto
Perjalanan dari halte 1 Malioboro
menuju terminal Prambanan memakan waktu kurang lebih satu jam. Setelah jalan
kaki beberapa menit kami pun masuk kawasan candi dengan membayar Rp 30
ribu/orang. Sebenarnya ada paket ke Candi Ratu Boko yang ditawarkan Rp 45 ribu.
Namun mengingat waktu kami tak banyak, kami hanya membayar tiket masuk
Prambanan saja. Dan setibanya di sana, foto-foto lagi.
Jalan kaki menuju Prambanan
Berasa model kepanasan
Apa ajalah, sing penting gaya
Lomba mirip Einstein di Galeri Prambanan
Sekitar pukul 11.30 kami baru
pulang. Tiba di penginapan sekitar pukul 12.30. Kami punya waktu 30 menit buat
negosiasi sebelum check out. Kami berencana untuk sekedar
menitip tas atau menambah setengah harga agar barang-barang kami tetap aman
selama menunggu kereta yang akan berangkat pada pukul 22.25 nanti malam. Sayang,
Bapak pemilik penginapan tak bisa diajak berunding. Walhasil, kami harus
bergegas merapikan barang-barang kami dan sesegeranya pergi. Kami terusir.
Kami mencoba menghubungi kontak
teman-teman yang kami kenal untuk sekadar meletakkan barang-barang dan
agar bisa menumpang mandi pada sore harinya. Sms tak ada yang balas dan telepon
tak ada yang angkat. Baru sekitar, 30 menit setelahnya, ketika kami makan
di sebuah warung makan padang, Lazuardi membalas sms saya dan memperbolehkan kami
menumpang sementara di asrama Kandangan. Well, di mana pun kita berada, jika
punya teman, tak pernah salah untuk mencoba meminta bantuan.:-)
Untuk menghemat waktu, kami sepakat
bahwa Ronald dan Raka berangkat duluan ke pasar Beringharjo dan saya sendiri
akan membawa tas mereka ke asrama. Setelah itu, saya akan balik dan menyusul
mereka. Malang tak bisa ditolak, hujan begitu deras dan saya pun tak mungkin
balik ke pasar karena jarak antara asrama dan pasar sekitar 25 menit. Saya
pun pasrah untuk sekadar bisa istirahat dan mandi di asrama. Jadi kali ini, dua rute saya gagal: Beringharjo dan Keraton.
Saatnya pulang
Kami pulang dengan kereta yang sama
pada jam 22.25. Kami diantar oleh Rini, Lazuardi, dan seorang teman dari asrama
Kandangan ke stasiun sekitar pukul 21.00. Tepat pukul 21.30 kami tinggal
menunggu kereta dan menikmati perjalanan pulang. Thanks buat Rini, Lazuardi, n
temannya (Sorry lupa nama masbro) buat bantuan kalian selama di Jogja.
Stasiun Yogyakarta
Trio RRI siap pulang
Teman bisa kau temukan di mana saja. Mereka datang dan pergi. Tapi, masing-masing punya kenangan yang takkan bercerai meski telah berpisah.
Teman bisa kau temukan di mana saja. Mereka datang dan pergi. Tapi, masing-masing punya kenangan yang takkan bercerai meski telah berpisah.
No comments:
Post a Comment