Aplikasi Teori Assessment
dalam Menilai Jodoh
Hai
viewers….lama juga blog ini dah gak update. Sebenarnya ada beberapa materi yang
telah saya tulis namun tak kunjung dipost karena belum rampung 100%. So, kali
ini sekadar tulisan ringan buat ngisi sela-sela waktu dan semoga bermanfaat
buat kalian semua.
Well…tulisan
ini terinspirasi dari ujian komprehensif kemarin. Di sana ada membahas empat
pertanyaan namun peserta hanya disuruh menjawab tiga saja dalam bentuk essay.
Salah satu pertanyaan tersebut menyangkut masalah Ujian Nasional. Kita diminta
pendapat buat nulis setuju atau gak setuju, terus gimana UN itu seharusnya.
Saya sendiri memilih setuju untuk terus diadakan tapi dengan ketentuan UN harus
menjadi a Norm-Referenced Tests (NRT) dan bukan Creterion-Referenced Test
(CRT).
NRT
menilai peserta dengan membandingkan satu dengan lainnya. Jadi, jika dalam
suatu ujian ada siswa A, B, C, dan D maka meraka akan dirangking sesuai nilai
yang mereka peroleh. Jadi ada istilah siswa dengan nilai tertinggi dan siswa
dengan nilai terendah. Contoh aplikasi ini bisa terlihat dalam ujian seleksi.
Kita hanya memilih 10 peserta terbaik, misalnya, dari 20 pendaftar yang ada.
Sementara itu, CRT menitikberatkan penilaian pada seberapa jauh peserta tes
memenuhi kreteria yang telah di set sebelumnya. Jadi sebelum ujian ditetapkan,
penguji sebelumnya telah menetapkan kreteria tertentu yang harus dimiliki oleh
peserta. Dalam tes, kreteria ini biasanya termaktup dalam blueprint atau
kisi-kisi yang kemudian dituangkan dalam butir soal. Contoh aplikasi ini tampak
pada ujian kelas. Guru biasanya membuat kisi-kisi soal berdasarkan tujuan pembelajaran
selama satu semester. Siswa dianggap lulus bila dia bisa menjawab soal dengan
benar dan memenuhi kreteria ketuntasan minimal yang telah di set oleh guru. Jadi
lulus tidaknya siswa di tes ini bukan karena hasil perbandingan mereka terhadap
siswa yang lain, melainkan kemampuan mereka memenuhi standard minimal yang
telah ditetapkan.
Kalau
dikaitkan dengan UN sebagai NRT, berarti seharusnya UN itu menjadi pembanding
kualitas prestasi siswa tiap daerah dan bukan penentu utama kelulusan. Data
seperti ini bisa dipakai buat menentukan strategi tentang daerah mana yang
perlu mendapatkan perhatian lebih dalam peningkatan kualitas pendidikan. Begitu
kurang lebih yang saya pahami dan tulis kembali dari penjelasan seorang dosen
di mata kuliah Assessement.
Maaf
kalau background of article kali ini
agak panjang. Tapi apa hubungannya sama menilai atau memilih jodoh? Well guys,
dalam memilih pasangan tentu kita juga pengin yang terbaik kan? Oleh karena
itu, mesti ada fit and proper test buat si dia. Kita gak bisa asal comot cewek
atau cowok yang ketemu dan deket sama kita. Ada proses yang namanya memilih dan
memilah untuk menghindari penyesalan di kemudian hari. Nah, entah kenapa,
pagi-pagi saya ingat soal dan jawaban kompre kemarin itu dan merelasikannya
dengan cara kita memilih pasangan.
Wajarkan
dalam memilih pasangan kita biasanya punya cara tertentu. Meski jatuh cinta
pada pandangan pertama, tetap saja dalam prosesnya kita akan menilai seberapa
baik dia buat kita. Dalam hal menilai inilah kita bisa memakai teori assessment atau lebih spesifiknya
menggunkan konsep NRT atau CRT. Gimana bisa? Well, simak baik-baik penjelasan
berikut.
“NRT menitikberatkan pada
perbandingan antarsatu individu dengan individu lainnya. Ini berarti kamu
menilai dia dengan membandingkannya dengan orang lain. Sementara itu, CRT focus
pada seberapa baik ia memenuhi kreteria pasangan yang tepat buat kamu. Kamu memilihnya berdasarkan standard minimal
pasangan yang kamu tetapkan.” (Iyan, 2013)*
Konsekuensi
kedua cara tersebut tentu berbeda. Ketika kamu memilih pasangan menggunakan
metode NRT, akan lebih sulit buat kamu bertahan pada satu orang. Kenapa? Sebab
kamu akan terus mencari seseorang yang lebih baik dari dia. Perbandingan
mungkin akan menbawa kita ke arah yang lebih baik, di sisi lain perbandingan juga
bikin kita gak pernah puas sama apa yang kita miliki. Alhasil, sulit buat kamu
untuk setia ketika bertemu dengan seseorang yang lebih cantik, lebih kaya,
lebih perhatian, dari seseorang yang bersama kamu sekarang. Sementara dalam
CRT, kamu tidak membandingkan dia dengan orang-orang yang “lebih” tersebut.
Kamu memilih dia karena dia memang sesuai dengan kreteria yang kamu inginkan.
Hasilnya, hubunganmu mungkin akan lebih awet dibanding para pemakai metode NRT.
Efek lainnya, mungkin kamu akan sedikit lebih pemilih di awal dan harus sedikit
sabar menunggu si Mr./Mrs. Right.
Tapi, bukankah setiap yang terbaik itu memang memerlukan usaha lebih untuk
mendapatkannya?
Nah, sekarang
jika kamu memilih metode CRT, gimana bisa mendapatkan referensi standard yang
baik buat jodohmu? Sebenarnya itu terserah masing-masing sih, sebab tiap
individu itu berbeda. Namun kalau kamu masih bingung, coba pelajari lagi bahwa
islam merekomendasikan calon istri yang cantik, dari keturunan yang baik, kaya,
subur, dan paling utama memiliki agama yang baik (sholeh/sholehah). Tapi
manusia yang memenuhi semua kreteria itu langka, kalau pun ada belum tentu dia
mau sama kita. Hee. Nah, di sini
berfungsi teknik memilih dengan menggunakan skala prioritas. Tentukan kreteria
utama yang harus ada sama dia. Disarankan, agama yang baik lebih menjadi
prioritas di banding poin lainnya. Sebab cantik, garis keturunan, kaya, itu
sifatnya fisik dan bisa berubah. Tapi kalau pemahaman agama, hal ini cenderung
akan mengarahkan dia kepada pribadi yang baik bagi dia, orang lain, dan
Tuhannya.
Terus, bagi kamu
yang sudah memiliki pasangan, apakah teori ini masih berlaku? Yup…kamu bisa
nilai dia berdasarkan kreteria kamu. Jika belum punya kreteria coba set dari
sekarang. Selamat mencoba.
*Penulis
bukan seorang pakar hubungan atau asmara melainkan hanya seorang biasa yang
menilai sesuatu dari sudut pandang yang ia pahami. Pendapat Anda mungkin
berbeda dan silakan tuliskan di komentar. Terima kasih.
No comments:
Post a Comment