Bismillahirahmanirrahim
Anda
Lengah, 120 Ribu Melayang
Tulisan ini sama sekali tidak
bermaksud untuk menjelekkan suatu pihak ataupun instansi. Tulisan ini hanya
bertujuan untuk memberikan saran kepada pihak yang berkepentingan ataupun orang
lain yang tidak ingin merasa ceroboh seperti saya.
Waktu itu tanggal 24
Agustus 2014. Saya akan berangkat dari Banjarmasin menuju Malang. Pesawat akan berangkat
pada pukul 17.00 WITA dan Check in keberangkatan dibuka pukul 15.00. Ini bukan
kali pertama ke Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin
dan bukan pula pengalaman pertama naik pesawat. Tapi ini pengalaman pertama
saya harus membayar Rp 120.000- hanya untuk membungkus koper dengan plastik dan
mengikat tas saya dengan seikat tali. Berikut
itu foto bungkusan plastik dan tali pengikat “cantik” seharga 60.000,-/ item
itu.
Detail kejadian seperti
ini, waktu itu saya masuk ke ruangan check in di Bandara Syamsudin Noor
Banjarmasin. Ketika sedang berjalan ada dua orang berseragam tiba-tiba bilang
“Tasnya Mas,” dan sebelum sempat menyahut, mereka sudah mengambil koper yang
saya bawa. Alhasil saya jadi bingung dan berpikir mungkin itu standar
operasional baru di Bandara untuk pengecekan barang bawaan karena terakhir kali
saya ke Bandara Syamsudin Noor sekitar setahun yang lalu dan sebelumnya memang
tidak pernah mengalami hal tersebut.
Keterkagetan terjadi
ketika saya menghampiri petugas yang dalam waktu singkat sudah membungkus koper saya dengan plastik. Ketika
saya ambil, dia bilang, “Bayar Mas 60 ribu.”
“Lho, bayar?”Tanya saya.
“Iya, Mas. Kalau mau ambil kopernya, bayar 60 ribu.” Lanjutnya
“Saya kan gak pesan, Mas. Ini dibuka saya plastiknya.” Bilang saya.
“Gak bisa, Mas. Bayar dulu 60 ribu”
Karena tidak mau ribut
dengan mas-mas itu, akhirnya saya bayar juga. Sebelum bayar itu pun sudah saya
tanyakan apakah kalau saya bayar 60 ribu tas satunya juga bisa diambil tanpa
harus bayar lagi. Dan petugas itu bilang YA. Tapi kenyataan tak berkata begitu.
Tas satunya berada di sebelah kanan dari pintu masuk ruang check in Bandara.
Waktu dihampiri, tas itu sudah terikat dengan seutas tali (cuma seutas tali). Tanpa
berkata-kata langsung saya ambil. Dan petugasnya bilang.
“Bayar dulu, Mas, 60 ribu.”
“Sudah bayar Pak di sana 60 ribu.” Sambil menunjuk petugas sebelumnya.
“Bukan, Mas. Untuk tas ini bayar lagi 60 ribu.”
“Lho, Pak. Tadi saya sudah bayar dan tanya pada petugas sebelah sana
bahwa kalau saya bayar 60 ribu, saya nda bayar lagi di sini.”
“Bukan, Mas. Di sini beda lagi.”
Untuk kali ini
perdebatan lebih panjang. Saya sampai tanya apakah ini standar operasional
bandara terbaru, apakah harus begini, dan lain-lain. Dan jawaban mas itu
bertele-tele yang sepertinya “Memang seharusnya begitu.” Dan tepat ketika saya
berurusan ada satu orang lagi dari Palangkaraya yang senasib. Dia komplain dan
bersikeras tidak mau membayar. Ceritanya sama, tiba-tiba saja tasnya diambil
sebelum sempat tanya dulu hal tersebut untuk apa. Saya sudah berusaha mau mengambil tas tapi
petugas itu menahan tas saya yang diletakkan disampingnya. Sekali lagi saya
pilih mengalah dan 60 ribu pun melayang.
Selesai bayar dan
ketika mau berjalan ke meja check in kebetulan seorang satpam lewat. Saya pun bertanya dan dijawab bahwa ternyata
itu BUKAN KEHARUSAN. Tak berselang lama, pemuda dari Palangkaraya itu
menghampiri satpam tersebut dan menceritakan kejadiannya. Satpam itu pun bilang
akan membantu mengambil tas jika memang dia tidak berkenan. Hasilnya, uangnya
selamat. Sementara saya sendiri, karena sudah dibayar tidak bisa diambil lagi.
Well, akhirnya ini
menjadi pelajaran bagi saya sendiri untuk berhati-hati. Namun di sisi lain,
tetap saya ingin memberikan saran terhadap para penjual jasa seperti itu.
Jangan langsung main ambil. Berikan sedikit informasi. Tawarkan secara
baik-baik. Bukankah dalam jual beli harus ada perasaan “rela” dari pembeli dan
penjual. Apalagi sifatnya jasa. Harus ada persetujuan dari yang akan
menggunakan jasa tersebut. Bayangkan jika Anda sedang berada di depan sebuah
tempat cukur rambut, tanpa Anda tanyakan, tiba-tiba dari belakang muncul
seorang tukang cukur dan bilang “Rambut Mas tak potong.” Dan cklek, beberapa
helai rambut Anda terpotong lantas tukang cukur itu langsung minta bayar.
Gimana coba? Harusnya ada standar umum, tanyakan dulu persetujuan si pembeli.
Siapa tahu orang tersebut berada di depan tempat cukur rambut cuma buat
menunggu temannya bukan untuk potong rambut. Sama seperti barang-barang dalam
tas orang lain. Belum tentu semuanya barang-barang berharga atau berbau
menyengat yang harus mendapat pengamanan ekstra dengan plastik dan seutas tali
itu. Seperti kasus saya, koper yang saya bawa ringan karena cuma berisi dua
potong pakaian. Tas saya pun cuma berisi netbook, topi, sebuah buku, dan
makanan yang tidak perlu untuk diikat tali seharga 60 ribu karena memang selalu
saya bawa sendiri. Tujuan pun juga cuma Surabaya dengan waktu tempuh sekitar 1
jam. Kebayang kalau yang mengalami kejadian seperti ini orang yang baru pertama
ke Bandara dengan barang bawaan banyak (per item 60 ribu), atau orang tua, atau
yang waktu check in pesawatnya sudah keburu. Mana sempat mau berdebat dengan
para penjual jasa “pengamanan” barang bawaan tersebut.
Selanjutnya, kepada
pihak Angkasa Pura selaku pengelola Bandara, saya juga ingin memberikan saran.
Bukankah pihak Anda berkepentingan menjaga kenyamanan pengguna. Perhatikanlah
hal kecil seperti ini. Setidaknya, berikan informasi bagi para penjual jasa di
Bandara untuk tidak melakukan “pemaksaan” seperti itu. Anjurkan untuk
memberikan informasi kepada para konsumen sebelum memakai jasa. Jika dilakukan
dengan baik, saya yakin tidak ada konsumen yang merasa “ceroboh” seperti saya.
Saya menyadari bahwa mungkin itu strategi jualan mereka. Tapi sekali lagi,
bukankah kenyamanan pengguna Bandara adalah tanggung jawab pihak Anda.
Terus, kepada para
pengguna Bandara Syamsudin Nor juga saya harap Anda memperhatikan barang bawaan
Anda. Jangan asal serahkan sebelum Anda pastikan untuk apa dan mengapa. Jika
sudah terlanjur, silakan tanyakan dengan pihak keamanan yang biasanya lalu
lalang. Merupakan hak Anda untuk membayar atau tidak terhadap jasa yang
ditawarkan.
Terakhir, dalam
berjualan, menurut saya, salah satu prinsip penting adalah perasaan
suka-rela antara penjual dan pembeli. Si
pembeli setuju membeli dengan harga yang dia sepakati. Sama seperti penjual,
dia dengan senang hati melepas barang dagangannya dengan harga yang tidak
merugikan dia. Pihak yang melanggar prinsip ini sulit untuk mendapat respon dan
kesan positif dari pembeli. Selain itu, kejujuran juga mesti menjadi landasan agar
konsumen merasa puas. InsyaAllah, usaha baik dan jujur akan lebih berkah.
Gkgkgkgkgk saya juga pernah...tapi hanya 30ribu melayang.......
ReplyDeleteDan itu pertama kalinya saya naik pesawat jadi tidak tau apa apa....
Delete