Belajar Mengelas, Belajar Sabar
Jum’at, 30
Desember 2011, saya didaftarkan oleh teman buat ikut kursus keterampilan.
Kursus keterampilan ini diselenggarakan oleh IAIN Antasari bekerjasama dengan
pemerintah buat menyiapkan para mahasiswa agar memiliki keterampilan sebagai
modal berwirausaha ke depan. Banyak keterampilan yang ditawarkan seperti tata
busana, tata boga, elektronika, otomotif, dan aneka las. Dan sekian tawaran
itu, saya paling tertarik dengan elektronik dan tidak sama sekali dengan las.
Namun apa lacur,
ternyata peminat elektronik cukup banyak dan melebihi kapasitas yang
ditetapkan. Hasilnya, beberapa orang harus dilempar ke keterampilan yang paling
sedikit peminatnya, yaitu aneka las. Dan saya salah satu dari yang terlempar
tersebut. Nasib.
Awalnya antara
mau dan tidak mau. Tapi setelah dipikir-pikir, ikuti sajalah toh gratis dan
kapan lagi saya belajar aneka las kalau tidak di kesempatan ini. Ilmu itu mahal
jadi jangan pernah dibuang percuma. Sayang, apalagi bentuk keterampilan.
Waktu pembukaan,
ternyata peserta aneka las memang sedikit. Hanya ada tiga teman saya. Ngenes.
Ketika pelatihan
dimulai pada senin, 2 Januari 2011 kemarin, jumlah peserta bertambah hingga
menjadi delapan orang sesuai yang tertulis. Waktu tanya sama mereka keterampilan
apa yang dipilih pertama, ternyata nasib kita sama sebagai orang-orang terlempar. Kasihan.
Meskipun
demikian, seiring waktu ternyata kami menikmati belajar keterampilan ini.
Mengelas itu ternyata bukan hal yang mudah seperti kita lihat. Belajar dan latihan
diperlukan agar bisa mengelas dengan benar. Lagipula, keterampilan ini pun
cukup menjanjikan hasil jika ditekuni. Peralatannya tidak terlalu mahal. Satu
alat las yang sudah dikategorikan bagus harganya lebih murah daripada
Blackberry yang dipakai buat cuma sms, telpon, sama BBM-an. Banyak barang
produksi yang kita bisa hasilkan dari las, tergantung kreativitas dan kelihaian
kita mengelas.
Pelajaran pertama
yang kami dapatkan adalah membuat alur, kemudian mengelas siku. Dua hal ini
dikatakan sebagai pondasi dasar untuk membuat barang-barang yang akan kami
buat. Untuk mempelajari dua materi ini pun kami memerlukan 2 hari.
Di hari ketiga
kami mulai membuat barang. Berbekal sketsa seadanya, kami memotong besi-besi
yang disediakan.
Untuk membuat
barang-barang rancangan kami, didatangkan seorang ahli. Beliau telah mengelas
sejak muda hingga setua sekarang, sekitar 50-an kayanya. Bersama beliau kami
diajarkan bahwa mengelas adalah pekerjaan sabar. Mengelas haruslah dilakukan
secara tenang dan dalam mood yang baik jika ingin mendapatkan hasil akhir yang
baik pula.
Kita tidak bisa
mengelas dalam ketergesaan karena ingin cepat selesai. Kita juga tidak bisa
mengelas terlalu lambat karena hanya akan membuat besinya bolong. Initinya,
sabar itu terletak dipertengahan. Orang yang sabar bukan orang yang
tergesa-gesa. Orang yang sabar pun bukan orang yang lamban bergerak. Orang yang
sabar adalah orang yang berhati-hati. Mengikuti alur dan menuju tujuan dengan
cara yang tepat.
Gak Mudah.
Tak ada usaha
yang tak berbuah hasil. Sabtu, 7 Januari, kemarin, selesai juga prakarya kami
masing-masing. Ada yang membuat gantungan baju, membuat rak sepatu, meja
belajar kecil, dan saya sendiri memutuskan membuat meja laptop+printer. Ini dia hasilnya. Jeng...Jeng...Jengggg
Pesan di sini
bahwa mencari ilmu itu tiada batas. Cari dan pelajarilah ilmu-ilmu yang
bermanfaat. Kita tidak pernah tahu kapan ilmu itu akan kita gunakan. Tapi
tunggulah suatu masa akan tiba. Sabda Rasul, “Jika ingin bahagia dunia, maka
cari ilmunya, jika ingin bahagia akhirat, cari ilmunya, dan jika ingin bahagia
dua-duanya, cari ilmunya.” Sebagai mahasiswa, kita juga tidak sepantasnya hanya
berkutat dengan buku dan computer. Carilah keterampilan lainnya, toh siapa yang
menjamin bahwa kita akan bekerja sesuai sektor yang kita pelajari sekarang.
Seperti kisah pengajar las kami tersebut. Beliau belajar ekonomi waktu kuliah,
ternyata nasib menuntun menjadi seorang ahli dibidang las-lasan. Jangan terlalu
berharap menjadi pegawai negeri. Belajar untuk memasang rencana buat berdiri di
atas kaki sendiri. Memiliki wira usaha mandiri. So, never stop learning, kawan.
No comments:
Post a Comment