Antologi Puisi
Sudah lama tidak membuat puisi, entah memang tidak ada inspirasi atau memang sedang kehilangan kreatifitas otak kanan buat hal-hal seperti ini - tentang ekspresi, seni, dan sekedar mengungkap rasa dalam keindahan kata. Puisi-puisi berikut secara tak sengaja ditemukan kembali ketika mencari referensi data-data untuk artikel yang akan saya tulis. Antologi puisi ini dibuat dulu untuk dikirim pada sebuah surat kabar lokal di Banjarmasin pada 2010 silam. Sayang, mungkin tidak layak dimuat sehingga cukup dipublikasikan di blog ini saja.
Tak ada tema, tak ada rima, yang ada adalah tentang ungkapan rasa.
Definisi Cinta
Cinta….
Biar kuartikan dirimu dengan belaian kasih
Biar kunyatakan dirimu dengan tatapan mata
Biar kujelaskan dirimu dengan uluran tangan
Biar kuuraikan dirimu dengan harapan
Biar kuungkapkan dirimu dalam hembus kerinduan
Dan semua tanpa perlu kata
Gadis Kecil Di Perempatan
Tangan itu terlalu mungil untuk meminta
Terlalu lemah untuk menengadah
Di perempatan di kala lampu merah
Komenceng itukah temanmu?
Teman yang menyatakan payahmu
Menahan panas dan asap jalanan
Di bawah terik matahari mencengkeram
Ah…gadis kecil diperempatan
Apa yang kau lakukan
Belajar bekerja atau memohon belas kasihan?
Kakimu berdebu juga wajahmu
Menutup manis dan keceriaan yang harusnya bersamamu
Aduhai siapa yang salah dan membuatmu seperti ini?
“Om…Jangan berpikir, beri saja seribu.”
Gadis itu berucap dan melenyapkan tanyaku…
Tahukah ia isi pikiranku?
Cinta itu Racun
Kala cinta menyentuh
Jiwaku rapuh
Melepuh kemudian luluh
Terbunuh ditikam harapan
akan dirimu
Aku tak mampu menolak kehadiranmu
Dalam jagad impian siang
dan malamku
Sinarmu begitu kuat
Menembus dinding tebal
dihatiku
Dan kau merasuk hingga
membuatkan gila karnamu
Cinta, kau racun bagi raga dan jiwaku
Pesan sang Embun
Tetes embun menyentuh
dedaunan
Begitu bening membiaskan
cahaya akan tiap keinginan
Dari tiap insan yang
terbangun dan siap menyongsong kehidupan
Menyeruakkan semangat
menentang zaman
Menentukan nasib mencapai
tujuan
Wahai jiwa yang terlelap
Bangun dan teriakkan
serentak
“SEMANGAT”
Jangan kau coba berontak
dalam selimut bergeliat bagai ulat
Kejar harimu sebelum ia
berlari melaju bersama waktu
Sadarkah kau dalam tiap
hentakan waktu
Tiap mimpimu menguap diterik
matahari
Semakin menjauh di kala
senja
Hingga mustahil di kala
malam
Apa yang bisa kau kata?
“Semua tinggal mimpi tanpa
harapan nyata”
Ini hanya sekadar pesan
lewat kata
Untuk setiap jiwa yang
merasa punya makna
Tiada hari tanpa
konsekuensi nyata
Atas apa yang kau lakukan
di kala pagi menyapa
No comments:
Post a Comment