Hikayat Pencuri CD
(Part I)
Musibah itu Datang
Sore itu suasana kampung terusik oleh sebuah tangisan. Sedu-sedan itu
terdengar begitu pilu. Seorang wanita paruh baya tengah terisak menatapi
musibah yang menimpanya. Tak ada simbahan darah, tak ada tanda kematian, atau
pun tanda bahwa wanita itu dianiaya. Jadi apa gerangan sebab petaka yang
dialaminya?
Ringan sungguh bila dilihat dari sisi mata manusia. Namun berharga dan
bernilai tiada banding akan musibah itu di mata sang wanita. Memang sudah
tabiat, bahwa nilai suatu masalah tidak bisa ditaksir dengan pandangan kita
atau pandangan umum kecuali oleh hati yang mengalaminya.
Nelangsa, begitulah gambaran wanita itu saat ini. Kesedihan begitu
terlukis diraut mukanya. Kepedihan dan rasa kehilangan tampak dari setiap butir
bening yang jatuh disudut matanya.
“Sudahlah, Bu Izha. Jangan terlalu kau pikirkan masalah ini. Kami tahu
bahwa barang ini sungguh berharga bagimu. Namun percayakanlah pada semua warga
dan polisi. Mereka akan membantumu sebisa mungkin.” Bujuk Bu RT.
Wanita itu hanya mengangguk lemah.
***
Hilang
Siang itu Izha tertidur pulas. Ia kelelahan setelah mencuci pakaian yang
begitu banyak. Di usia senjanya, Izha hanya tinggal sendiri. Entah kenapa di
usianya yang sudah tak muda lagi, dia belum memutuskan untuk mencari pasangan
hidup.
Cetang, cetung, cetar…..
Entah suara apa itu. Namun Izha terbangun dan langsung lari ke arah
jemuran. Dia melihat seseorang tengah lari dan kemudian memanjat pagar. Dia
begitu terkejut dan langsung berteriak.
“Maling….tolong…maling.”
Teriakan Izha yang begitu cempreng membahana badai itu pun bak membelah
langit. Suaranya menembus awan hingga seluruh warga berlarian menuju rumahnya.
Setibanya mereka di sana. Izha sudah terduduk. Menangis, Meraung. Terisak dan
berbisik.
“Celana dalam batik kesayanganku hilang.”
***
Musyawarah
Malang yang menimpa Izha rupanya telah menggerogoti batin dan raganya.
Tubuhnya mengurus dan tatapan matanya telah kehilangan cahaya kehidupan. Miris
sekali hati orang-orang yang melihatnya.
Sore itu dirumah Bu RT.
“Bu, kita harus menemukan kembali CD
itu. Kasihan sekali aku melihat Bu Izha seperti itu. Dia seperti kerakap tumbuh
batu, hidup segan mati tak mau.” Ucap Bu Kurniati.
“Iya, sepertinya benda itu memang
sangat berharga baginya.” Tambah Pak Rifqi.
“Ya jelas berharga bapak dan ibu
sekalian, itu adalah satu-satunya peninggalan mantannya dulu. Mantan yang amat
dicintainya, yang sekarang pergi entah ke mana.” Jawab Bu RT.
“Oh, begitu toh Jeng, aku baru tahu
loh meskipun sudah lama bertetangga.” Sahut Bu El.
“Sekarang, mari kita pikirkan
bersama-sama strategi untuk menangkap penjahat itu. Semua orang kampong harus
bergerak untuk mengumpulkan semua bukti yang diperlukan. Selain itu, ronda juga
harus kembali kita berlakukan demi meningkatkan keamanan di kampong kita.” Ucap
Azmi.
Malam itu, semua berunding.
Memikirkan cara memancing agar maling itu bisa tertangkap. Semua bukti yang
diketahui diungkap. Segala kecurigaan yang terlintas dibenak dilontarkan dan
didiskusikan bersama-sama. Dalam suasana itu, ada satu yang hanya diam dan
tampak gugup.
***
Petunjuk itu datang
Sopo sing salah bakal
seleh. Setelah
berbulan-bulan pencaharian dan semua bukti telah terkumpul akhirnya titik
terang itu mulai tampak. Rupanya, maling itu meninggalkan sebuah bukti yang
tercecer. Bukti itu sepertinya merupakan sebuah jimat. Benda itu berbentuk
benda berbungkus kain hitam dan kain kuning. Di dalam bungkusan itu tertulis
kata-kata aneh seperti “Meneh, Sughoi, Ning, dan Nani.”
“Hmm…ini bisa menjadi
bukti yang akan membawa kita kepada siapa pelaku pencurian ini.” Ucap Azmi.
“Bagaimana caranya,
Bang?” Tanya bu RT.
“Ini pasti mantra dari
seorang dukun. Dukun sakti yang menjadi partner dari maling tersebut. Dia
menggunakan jimat ini agar aksinya tidak pernah bisa diketahui.” Jawab Azmi.
“Jadi?” Sahut Bu
Kurniati.
“Kita harus membawa
Jimat ini kepada Mbah Katuyung. Beliau adalah ahli dalam hal ini. Beliau pernah
membuat penelitian R&D, yaitu membuat peta perdukunan di Indonesia dengan
pembatasan masalah pada jenis mantra. Banyak pihak polisi yang telah menggunakan
jasanya bila berkaitan dengan masalah ini.” Terang Azmi.
“Baiklah”, kata Bu RT.
“Secepatnyalah kau datangi dia.”
***
Tersangka
Azmi mendatangi Mbah
Katuyung yang berada di desa sebelah. Dia menunjukkan jimat milik pencuri itu.
“Hmm…dari struktur
mantranya, duku ini adalah orang dari desa Anda. Hasil analisis saya
menunjukkan bahwa dukun ini ahli dalam bidang penyamaran, penghilangan bentuk,
dan hal-hal berbau wanita. Kelemahannya adalah wanita cantik dan gadget-gadget
canggih. Jadi, bila saudara ingin
mengungkap siapa yang telah menggunakan jasanya, saudara harus bawa salah satu
dari kelemahannya itu.” Jelas Mbah Katuyung.
Setelah itu Azmi
langsung berpamitan dan bergeges pulang. Namun dicegat Mbah Katuyung.
“Heh…Hasil analisisku
bisa saja melemah anak muda bila kau tidak beri penguat.”
“Oh,” Kata Azmi sembari
menyerahkan amplop, “Maaf Mbah saya lupa.” Huhuhuf.
Setibanya di kampung,
Azmi langsung mengumpulkan warga di rumah Bu RT. Dia menceritakan semua yang ia
dapat dari Mbah Katuyung.
“Kira-kira siapa ya
dukun itu. Aku telah melihat semua data-data warga. Tapi tak ada yang
pekerjaannya dukun.”
“Cabe Deh,” Sahut Bu
Kurniati sampil tepok jidatnya yang bersinar benderang, “Mana ada kale yang
nulis pekerjaan dukun waktu pembuatan KTP ato isi biodata, Bu.”
“Oh iya…ya. Hehe…” Bu
RT hanya bisa nyengir.
“Sepertinya aku tahu,”
kata Pak Rifqi. “Sebagai orang yang telah lama hidup di kampung ini, aku tahu
semua warga dan jenis-jenis pekerjaannya dari dulu hingga sekarang. Seingatku
Pak Restu yang tinggal di pojok kampung kita itu awalnya merupakan seorang
dukun. Dia dikenal sebagai Mbah Restu Patagina. Dia bahkan sangat terkenal dulu
karena ikut dalam reality-reality show pemburu hantu di Tv. Namun sejak acara
itu tidak tayang lagi, otomatis dia berganti pekerjaan menjadi penjual pulsa.”
“Iya benar itu kata Pak
Rifqi.” Sahut warga lain yang sudah tua-tua.
“Berarti sangat mungkin
memang Pak Restu mengaktivasi kembali mantra-mantranya dan melakukan praktek
secara sembunyi-sembunyi, Aku juga melihat gelagat aneh dari Pak Restu yang
terkesan gugup waktu kali pertama kita berunding di sini” Tambah Bu El.
Malam ini tersangka
diputuskan. Mereka akan mengintrogasi Pak Restu pada besok hari.
***
Sementara itu, Izha hanya bisa terbaring
selama satu setengah bulan sejak peristiwa itu. Jika bukan titik terang akan
siapa pelakunya dan harapan dari Bu RT akan kembalinya CD itu, mungkin saja
minggu itu telah menjadi minggu-minggu terakhirnya.
Pasukan Bu RT, Bu Kur, Bu El, Pak
Azmi, dan Pak Rifqi pun mendatangi Pak Restu. Mereka merupakan menganggap diri
mereka sebagai tim pencari fakta dengan nama “Manis Manja Detektif.”
Pada hari itu Pak Restu begitu
tersudut, apalagi dia tergiur dengan hadiah Nokia Lumia yang ditawarkan meraka
jika ia mau membongkar siapa pelaku sesungguhnya.
“Maafkan saya Bapak Ibu. Saya memang
yang telah memberikan jimat itu. Jimat itu berfungsi agar maling tidak
kelihatan alias bisa menghilang. Namun malang, sepertinya maling yang mencuri
di rumah Izha sepertinya ceroboh dan menjatuhkan jimat itu.”
“Jadi, siapa pelakunya?” geram Bu
RT.
“Dia adalah MR. Namun dia
sesungguhnya hanya bekerja untuk seseorang yang sayta sendiri juga tidak tahu.”
Jawab Pak Restu Gemetar.
“Baiklah, Pak. Atas kerjasama yang
baik dari Bapak maka kami akan memaafkan Anda dengan syarat tidak ada lagi
praktek perdukunan seperti ini lagi di kampung saya.” Ancam Bu RT.
“Baik, Bu. Saya paham.”
“Ya, sudah. Kami pamit dan Hpnya
saya bawa kembali. Cuma sebagai pancingan. Whahahaha.” Tawa Bu RT membahana.
***
Dialah otak semuanya
Sejak hari itu mereka bekerja keras
mencari MR sesuai dengan informasi yang diberikan Pak Restu. Siang, malam, pagi
sore, ke sana ke mari mereka mencarinya. Dan usaha berbuah manis. MR
Tertangkap. Dirumahnya mereka menemukan ratusan kardus berisi CD bekas.
“Oh…Jadi kamu ya yang selama ini
pencuri yang meresahkan warga-warga kota ini. Berita-berita kehilangan celana
dalam ini adalah ulahmu rupanya.” Teriak Bu RT sambil mencekik kerah baju MR.
“Maaf Bu. Bukan hanya saya, namun banyak
lagi lainnya. Saya hanya pengumpul. Hasil pencurian ini kemudian akan saya
kirimkan kepada Bos saya.
“Hmm…Bos kamu, siapa Dia? Cepat
katakana! Teriakan Bu RT semakin menjadi-jadi.
MR hanya diam, sepertinya dia takut
mengungkap siapa bosnya itu. Maka tidak ada cara lain. Bu RT pun memerintahkan
Pak Rifqi dan Pak Azmi untuk mengeluarkan jurus rahasia pembuka tabir
kebenaran.
“Cepat Rifqi dan Azmi, kalian
keluarkan jurus kitik-kitik gelitik. Gelitiki orang ini sampai dia mau berkata
jujur.” Perintah Bu RT.
Azmi dan Rifqi pun melancarkan
serangannya. MR lemas dibuatnya hingga ia akhirnya menyerah.
“Baiklah…baiklah…aku akan
memberitahu kalian.”
Bu RT dan tim pencari fakta “Manis
Manja Detektif” pun tersenyum menang.
***
Bersambung Part II
No comments:
Post a Comment